Fiqih Perihal Seputar Jenazah

 Mati yakni sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh semua insan Fiqih Tentang Seputar Jenazah

Mati yakni sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh semua manusia. Allah berfirman :

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ.

Katakanlah wahai Muhammad : "Sesungguhnya selesai hidup yang kau lari daripadanya, Maka Sesungguhnya selesai hidup itu akan menemui kamu, lalu kau akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kau kerjakan".

Sangat penting bagi kita mengingat mati, dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya, agar kita menjadi orang yang beruntung kelak dalam kehidupan setelah kematian.

Bersama dengan Orang Sakit
a. Hukum menjenguk Orang Sakit
Menjenguk orang sakit merupakan perbuatan sunnat, sekalipun yang sakit merupakan musuh atau orang yang tidak dikenal. Bahkan, juga menjenguk orang kafir yang sakit (selain kafir harbi) bila mereka menjadi tetangga, keluarga kita atau diharapkan keislamannya.
Makruh menjenguk jago bid’ah dan orang-orang bejat kecuali bila masih diharapkan taubatnya.

b. Tatacara Menjenguk Orang Sakit
Hal-hal yang sunnat dilakukan dikala menjenguk orang sakit :
a. Mendoakan agar cepat sembuh. Sedangkan doa yang warid dari Nabi yakni :

أَسْأَلُكَ اللهَ الْعَظِيْمَ رَبَّ الْعَرْشِ اْلعَظِيْمِ أَنْ يَشْفِيَكَ
Dibaca sebanyak tujuh kali.
b. Bersikap lemah lembut.
c. Menasehati agar sabar dan tabah.
d. Meminta didoakan.
e. Tidak lama-lama dan tidak sering menjenguknya kecuali bila disenangi oleh si sakit atau diharap berkahnya.
f. Bila orang yang sakit sudah tidak sanggup diharapkan sembuhnya maka ia disuruh bertaubat, menjauhi persengketaan dalam urusan dunia, memaafkan kesalahan orang lain padanya.

Keterangan :
Makruh memaksa orang sakit untuk makan atau meminum obat.

c. Anjuran untuk orang sakit
Hal-hal yang sunnat dilakukan oleh orang sakit diantaranya :
1. Berpesan kepada keluarganya untuk bersabar dan tidak mengeluh.
2. Berbaik sangka kepada Allah bahwa ia akan menerima rahmat dan ampunan-Nya.

Keterangan :
Makruh mengharap mati (karena sedang susah), kecuali bila karena takut fitnah (kerusakan) agama.

Menghadapi Sakratul Maut

Saat ruh akan dicabut yakni detik-detik penting yang sangat menentukan selesai cerita kehidupan seseorang : apakah mati membawa kepercayaan atau tidak. Oleh karena itu, bila sudah tampak tanda-tanda seseorang menghadapi kematian, ibarat telapak kakinya nampak lemas dan kedua pelipisnya cekung, maka kita dianjurkan memperlakukannya sebaik mungkin, dengan melaksanakan beberapa hal :

  1. Menidurkan pada sisi lambung kanan dengan menghadap qiblat kecuali bila tempatnya sempit.
  2. Dituntun membaca kalimat tauhid (la ilaha illallah). Bila ia sudah membaca (isyaroh) maka tidak usah diulangi kecuali bila ia berbuat lain.
  3. Dibacakan surat Yasin. Hikmah dibacakan surat Yasin yakni untuk menyegarkan ingatannya mengenai hari kiamat, menghilangkan haus.
  4. Menenggukkan air.


Menghadapi Jenazah

a. Langkah-langkah Pertama
Langkah-langkah awal yang sebaiknya dilakukan dalam menghadapi orang yang gres mati yakni :

  1. Memejamkan mata mayyit
  2. Mengikat dagunya
  3. Melemaskan tulang persendian
  4. Melepaskan semua pakaian
  5. Menutupi tubuh dengan kain tipis
  6. Meletakkan benda diatas perut = 0,5 kg agar perut tidak kembung
  7. Dibaringkan dengan menghadap qiblat
  8. Menyelesaikan tanggung jawab mayyit


b. Proses Perawatan Jenazah
Ada empat hal yang harus dilakukan terhadap mayyit (jenazah), ialah : memandikan, mengkafani, menshalati, dan menguburkan. Empat hal ini hukumnya fardhu kifayah, yakni bila sudah ada yang melakukan, maka kewajiban gugur dari yang lain, dan bila yang berkewajiban tidak ada yang melaksanakan maka berdosa semua.

Yang berkewajiban melaksanakan empat hal diatas, yakni wali dari mayyit dan semua orang yang mengetahui dan memiliki perkiraan besar lengan berkuasa bahwa si mayyit sudah betul-betul meninggal dunia. Yang dimaksud wali disini yakni orang yang bertanggung jawab terhadap mayyit dimana ia berada.

Klasifikasi Jenazah (Mayyit)

Tidak semua mayyit bisa/harus di tajhiz (dirawat) dengan empat hal diatas secara sempurna. Mengenai hal ini ada beberapa pemilahan :

  1. Mati Syahid, ialah orang yang mati dalam peperangan melawan orang kafir karena membela agama Allah. Mayyit semacam ini hanya wajib dikubur dengan pakaian yang melekat ditubuhnya, bila tidak cukup ditambah sampai menutup sekujur tubuhnya tanpa dimandikan dan dishalati.
  2. Bayi keguguran (siqth), ialah bayi yang lahir sebelum kandungan berusia enam bulan. Tatacara tajhiz-nya masih dipilah-pilah: 1) bila setelah lahir ada tanda-tanda kehidupan ibarat menjerit dan bergerak-gerak, maka hukumnya sama dengan orang dewasa, yakni di tajhiz dengan sempurna; 2) bila tidak ada tanda-tanda kehidupan maka dipilah lagi: bila sudah berwujud insan maka wajib dimandikan, dikafani, dan dikubur, dengan tanpa dishalati. Bila belum berwujud insan (berupa daging atau gumpalan darah) sunnat ditajhiz.
  3. Mayyit muhrim, ialah orang yang mati saat sedan melaksanakan ihram. Mayyit muhrim ditajhiz dengan sempurna. Namun, hal-hal yang diharamkan dikala ihram tetap dilarang dilakukan, bila muhrim meninggal sebelum tahallul awwal.
  4. Mayyit rapuh, yakni mayyit yang bila dimandikan maka anggota tubuhnya akan terlepas, ibarat orang mati terbakar atau tenggelam. Mayyit ibarat ini dilarang dimandikan, tapi cukup dikafani. Juga, tidak usah dishalati, alasannya yakni syarat untuk bisa dishalati mayyit harus suci.
  5. Mayyit tidak utuh, yakni cuilan tubuh mayyit terserak-serak. Untuk mayyit semacam ini maka pertama kali dilakukan yakni mencari serpihan tubuh mayyit sampai tepat lalu disambung kembali. Bila tidak ditemukan semua, maka anggota tubuh yang ada wajib ditajhiz ibarat biasa.
  6. Mayyit biasa, yakni mati secara masuk nalar dan lazim. Maksudnya, mayyit yang tidak masuk golongan diatas. Maka harus ditajhiz secara sempurna.


Memandikan Jenazah

Dalam memandikan mayyit ada cara minimal (aqal), ada pula cara yang tepat (akmal).
Cara minimal cukup dengan menyiramkan air ke sekujur tubuh mayyit satu kali setelah menghilangkan semua kotoran. Dengan memakai cara minimal berarti tidak melaksanakan hal-hal yang sunnat dalam memandikan mayyit.
Adapun cara yang tepat dalam memandikan mayyit terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut :

a. Mempersiapkan peralatan
Untuk mempermudah pemandian, sebelum dimulai sebaiknya semua bahan dan peralatan yang dibutuhkan dipersiapkan terlebih dahulu. Seperti air, sisir, kaos tangan, shampoo, dan sabun.

b. Tempat memandikan
Tempat memandikan mayyit hendaknya tertutup, lebih utama dilakukan ditempat yang beratap dan tidak ada celah dinding yang bisa digunakan mengintip mayyit. Usahakan mayyit di mandikan diatas dipan (balai-balai) agar tidak simpel terkena percikan air. Posisi kepala dianjurkan lebih tinggi. Dianjurkan juga memperabukan kemenyan (kayu garu) disekitar tempat memandikan untuk menolak bau yang dimungkinkan keluar dari tubuh mayyit.

c. Air untuk memandikan
Air yang digunakan harus air muthlaq. Dianjurkan memakai air laut dicampur air widoro, sirih, alasannya yakni sanggup memperlambat proses pembusukan. Namun, bila berada didaerah yang sangat dingin, atau ditubuh mayyit terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, maka lebih baik memakai air hangat. Posisi air sebaiknya agak jauh dari orang yang memandikan dan diletakkan ditempat (wadah) yang besar.

d. Orang yang memandikan
Secara umum, bila mayyit laki-laki maka orang yang memandikan juga laki-laki. Bila perempuan maka yang memandikan juga perempuan.

Untuk mayyit laki-laki, yang paling utama dimandikan oleh orang yang paling mengerti problem agama dan yang paling syafaqah. Sedangkan untuk mayyit perempuan yang paling utama yakni orang perempuan yang seandainya ia laki-laki, maka haram dinikah atau suaminya.

Sebaiknya, yang memandikan tidak lebih dari tujuh orang. Tiga orang memangku mayyit diatas dipan, sedangkan empat yang lain, ada yang mengalirkan air, ada yangmenggosok-gosok tubuh mayyit, dan ada yang membantu hal yang diperlukan. Selain yang memandikan mayyit dan wali mayyit dilarang masuk ke tempat pemandian.

e. Tatacara memandikan mayyit
Mayyit didudukkan dengan pelan agak miring (doyong) ke belakang. Orang yang memandikan, tangan kanannya diletakkan dipundak mayyit, sedangkan punggung mayyit disandarkan ke lutut (dengkul) kanan orang yang memandikan.
Tangan kiri orang yang memandikan dijalankan diperut mayit dengan berulang-ulang agar kotoran yang ada diperut sanggup keluar. Sedangkan yang membantu menyiramkan air sampai kotoran hilang.
Setelah itu mayyit ditidurkan miring untuk dibersihkan qubul (kemalun) dan duburnya (anus). Hal ini dilakukan dengan memakai tangan kiri yang dibungkus dengan kain (sarung tangan). Kemudian, mengambil kain bersih yang gres untuk membersihkan gigi dan lubang hidung mayyit.
Setelah itu mayyit diwudhu’I ibarat wudhu’nya orang hidup. Niatnya yakni :

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ الْمَسْنُوْنَ لِهَذَا الْمَيِّتِ ِللهِ تَعَالَى
Saya niat wudhu’ untuk mayyit ini

Setelah selesai diwudhu’i, kepala dan jenggot mayyit disiram dengan memakai sabun atau shampoo. Dan disisir pelan-pelan. Rambut yang rontok dikembalikan untuk dipendam bersama mayyit Kemudian tubuh mayyit cuilan kiri (dari leher sampai telapak kaki) disiram dilanjutkan tubuh cuilan kanan. Semua siraman ini memakai sabun dan lainnya.

Setelah itu mayyit disiram dengan air bersih mulai dari kepala sampai kaki, untuk menghilangkan sabun. Kemudian disiram lagi dengan air bersih yang dicampur dengan sedikit kapur barus, kira-kira tidak sampai merubah ke muthlaq-an air.

Tiga basuhan diatas dianggap satu dan sunnat diulangi ibarat praktek diatas sampai tiga kali.
Bila setelah dimandikan ada najis yang keluar dari tubuh mayyit maka cukup dibersihkan najisnya tanpa mengulangi mandi.

Kemudian mayyit dihanduki dan ditidurkan diatas dipan dengan ditutup kain panjang.

Mengkafani

a. Mempersiapkan Kafan
Semua kain yang boleh digunakan mayyit saat masih hidup, boleh juga dibuat kain kafan. Jadi, mayyit laki-laki dilarang dikafani kain sutra. Kain kafan boleh berwarna apa saja, namun yang sunnat berwarna putih.
Batas minimal membungkus mayyit baik laki-laki atau perempuan yakni satu lembar kain yang sanggup menutupi seluruh tubuhnya. Sedangkan yang tepat yakni : untuk mayyit laki-laki memakai dengan lima kain, terdiri dari tiga lapis kain untuk menutupi seluruh tubuhnya ditambah gamis dan surban. Sedangkan untuk mayyit perempuan dengan lima lapis, terdiri dari dua lapis untuk menutupi seluruh tubuh, ditambah dengan gamis, kerudung dan jarik (madura: samper).

b. Cara mengkafani mayyit
Kain kafan dipasaran, ada yang berukuran lebar 92 cm, ada yang 140 cm. Agar simpel mengukurnya, bila mayyitnya bertubuh kecil, maka membeli yang ukuran 92 cm. Bila mayyit remaja maka membeli yang 140 cm. Untuk membungkus secara tepat ibarat diatas (lima lapis), ukuran standar untuk orang indonesia, kira-kira dibutuhkan 11 meter kain.
Kain dipotong menjadi tiga helai. Sedangkan panjangnya disesuaikan tingginya mayyit ditambah kurang lebih 50 cm (bila tinggi mayyitn 160 cm, ditambah 50 cm, maka menjadi 210 cm). Kain yang kurang lebar disambung dengan cara dijahit.

Lalu dibuatkn gamis dan sorban dengan serpihan sederhana (asal berbentuk gamis dan sorban) bila laki-laki, bila perempuan maka gamis, kerudung dan jarik.
Gamis dan sorban (kerudung dan jarik untuk perempuan) dipakaikan terlebih dahulu. Kemudian tiga atau dua lembar kain kafan yang telah dipotong dibentangkan satu persatu dan diberi kerikan kayu cendana atau kapur barus. Lalu mayyit diangkat dan diletakkan diatasnya. Sebelum mayyit diangkat, dibawah kain kafan sudah tersedia tali secukupnya, agar simpel mengikatnya.

Anggota tubuh yang berlubang (mata, telinga, hidung, dan antara dua pantat) serta anggota sujud (telapak tangan, kening, dahi, dengkul, jari-jari kaki), sunnat ditempeli kapas yang sudah diberi kayu cendana atau kapur barus.

Kedua pantat mayyit diikat setelah dipasang kapas yang diberi kayu cendana untuk menjaga keluarnya kotoran.
Setelah selesai, kain dilipat. Bila mayyit laki-laki, maka yang kiri dilipat terlebih dahulu ibarat dikala memakai sarung.

Kemudian kain kafan diikat dengan memakai kain yang dipotong dari kain kafan, sekiranya tidak lepas saat digotong. Pengkafanan selesai !

Menshalati (Shalat Jenazah)

a. Syarat-syarat Wajib
Syarat bagi orang yang akan shalat sama dengan syarat dalam shalat-shalat yang lain.
Adapun untuk mayyitnya disyaratkan : 1) mayyit sudah disucikan dan auratnya tertutup, sekalipun belum dikafani. 2) semua benda yang bersambung dengan mayyit, semisal keranda, kain kafan harus suci.

Bila mayyit berada ditempat (hadir) maka mushalli (orang yang menshalati) dilarang mendahului atau berada didepan mayyit alasannya yakni posisi antar mayyit dan mushalli ibarat halnya ma’mum dengan imam.

b. Rukun-rukun shalat jenazah
Rukun shalat mayit ada tujuh, ialah :
1. Niat. Niat dalam shalat mayit tidak harus menentukan siapa mayyit yang dishalati. Cukup menyatakan dalam hati : “saya niat melaksanakan kewajiban shalat kepada mayyit ini”.
2. Berdiri bagi yang mampu.
3. Takbir empat kali
4. Membaca surat al-Fatihah (setelah takbir pertama)
5. Membaca shalawat (setelah takbir ke dua). Shalawat paling pendek yakni :

اللهم صل على سيدنا محمد
6. Mendoakan mayyit (setelah takbir ke tiga). Lafadz doanya :

اللهم اغفرله وارحمه وعافه واعف عنه

7. Mengucapkan salam. Salam dalam shalat mayit ditambah وبركاته  . Sebelum salam disunnatkan membaca doa :

اللهم لاتحرمنا أجره ولاتفتنا بعده واغفرلنا وله

c. Posisi mayyit saat dishalati
Bila laki-laki, maka kepala mayyit sunnat berada disebelah kiri imam (selatan). Bila mayyit perempuan, kepala mayyit diletakkan dikanan imam (utara).

Mengubur mayyit

a. Pemberangkatan jenazah
Cara minimal, mayit dibawa dengan cara yang tidak mengandung penghinaan terhadap mayyit.
Adapun yang tepat yakni :
1. Dua orang berada dibelakang dan satu orang didepan. Bila mayyit berat maka ditambah sesuai kebutuhan.
2. Yang memikul keranda orang laki-laki
3. Mayyit diberangkatkan dengan kepala ada didepan
4. Jalannya dipercepat
5. Menghindari tidak ramai dan memperbincangkan urusan duniawi

b. Kedalaman liang dan waktu mengubur
Kedalaman minimal kuburan yakni kira-kira bau mayyit tidak tercium dan mayyit bisa terhindari dari gangguan hewan buas.

Kedalaman yang dianjurkan (sempurna) yakni seukuran tinggi insan ditambah beberan tangan (-+ 170 cm). sedangkan luasnya 1 dzira’ ditambah 1 jengkal (-+ 70 cm).

Pemakaman mayyit boleh dilaksanakan diwaktu siang atau malam hari, tetapi yang lebih utama dilakukan disiang hari.

c. Bentuk liang kubur
Bentuk liang kubur ada dua, ialah :
1. Liang lahat, yakni dipinggir lubang kubur digali menyamping kira-kira cukup untuk pembaringan mayyit. Lubang ini lebih manis digunakan apabila tanahnya keras.
2. Liang cepuri, yakni cuilan tengah lubang kubur digali kira-kira cukup untuk mayyit. Liang cepuri lebih manis digunakan bila tanahnya lunak.

d. Cara  meletakkan mayyit ke dalam kubur
Ketika memasukkan mayyit kedalam kubur, mayyit ditutup dengan kain, lalu dimasukkan kedalam kuburan dengan pelan dari arah kepala.
Saat memasukkan mayyit ke kubur, sunnat membaca :
بسم الله وعلى ملة رسول الله

Kemudian mayyit diletakkan ditempat yang telah dipersiapkan. Mayyit wajib dihadapkan ke qiblat, yang lebih manis kepala ada di utara untuk orang indonesia. Selanjutnya, ikatan kain kafan cuilan kepala dibuka, wajah dan pipi mayyit ditempelkan ke tanah. Tubuh mayyit sunnat diberi penyanggah agar tidak terlentang. Sebelum ditimbun tubuh mayyit diberi papan kayu agar tanah tidak mengena tubuh mayyit.

Belum ada Komentar untuk "Fiqih Perihal Seputar Jenazah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel