Penelitiannya Ditolak 11 Kali Di Indonesia, Siswa Dari Yogya Ini Malah Diundang Google

Pantang menyerah, inilah prinsip hidup yang dipegang oleh Christopher Farrel Millenio Kusuma (17). Prinsip hidup itulah yang jadinya menjadi kunci bagi siswa SMA Negeri 8 Yogyakarta ini menapakkan kakinya di Mountain View, California, Amerika.

Kedatangan anak pasangan Monovan Sakti Jaya Kusuma dan Hening Budi Prabawati ke Negeri Paman Sam bukan untuk berlibur, melainkan memenuhi seruan salah satu perusahaan kelas dunia, Google.

Pengalaman diundang Google menjadi bencana bersejarah dalam hidup dan tidak pernah mampu dilupakan oleh Christopher Farrel Millenio Kusuma.

Remaja yang bersahabat disapa Farrel ini mengaku mendapatkan seruan dari Google alasannya ialah penelitiannya perihal "Data Compression using EG and Neural Network Algorithm for Lossless Data".

"Berangkat ke sana, alasannya ialah proposal penelitian saya berjudul 'Data Compression using EG and Neural Network Algorithm for Lossless Data' lolos," kata Farrel saat ditemui Kompas.com di SMA Negeri 8 Yogyakarta, Rabu (22/11/2017).

Ide penelitian yang mengantarkannya ke Google berawal dari hal sepele. Farrel ingin mengunduh sebuah game. Namun kuota data yang dimilikinya terbatas. Waktu itu, Farrel masih duduk di kelas 1 SMA.

"Awalnya itu ingin men-download game, tapi kuota terbatas padahal saya ingin sekali main game itu. Lalu kepikiran, bagaimana caranya mengecilkan game itu, semoga mampu main," tuturnya sembari tertawa.

Dari keinginannya main game tersebut, Christopher Farrel Millenio kemudian mulai mencari di internet cara mengecilkan data. Dari pencariannya itu, dewasa berusia 17 tahun ini menemukan data compression atau pemampatan data.

"Saya iseng-iseng mencari kemudian riset dan ternyata, data compression belum begitu berkembang, ya kemudian muncul ilham untuk meneliti alasannya ialah dampaknya luas juga," katanya.

Sejak kelas 1 SMA, Farrel melakukan penelitian lebih serius perihal data compression. Setelah kurang lebih satu setengah tahun, dewasa kelahiran Yogyakarta, 1 Januari 2000 ini berhasil menciptakan penelitian yang diberi judul "Data Compression using EG and Neural Network Algorithm for Lossless Data".

Hasil penelitiannya itu kemudian diajukan ke ajang kompetisi di Indonesia baik regional maupun nasional. Sebab, menurutnya, belum ada orang Indonesia yang meneliti secara khusus mengenai data compression padahal efek positifnya begitu besar.

© Disediakan oleh PT. Kompas Cyber Media | Christopher Farrel Millenio Kusuma



Namun upayanya itu tidak membuahkan hasil. Diajukan sejak tahun 2016, proposal penelitian milik Farrel selalu ditolak. "Ya, kalau dihitung hingga 11 kali tidak diterima," katanya.


Penolakan itu tidak menciptakan Farrel berkecil hati. Justru hal itu malah menciptakan semangat dewasa berkaca mata itu kian membara. Dia terus berusaha menyempurnakan penelitiannya baik dari sisi teori hingga penulisannya. Sebab, dewasa kelahiran Yogyakarta ini yakin suatu saat penelitiannya akan diterima.

"(Saya) tidak menyalahkan panitia, tetapi diri saya sendiri dan mengevaluasi. Mungkin cara saya menyampaikannya kurang tepat sehingga mereka sulit memahami, jadi terus disempurnakan sampai-sampai menciptakan delapan versi," tandasnya.
Pantang menyerah

Belasan kali gagal tak menciptakan Farrel menyerah. Sebab dalam prinsip hidupnya, mengalah bukanlah solusi dan mengalah ialah kesalahan dalam hidup. Karenanya, dalam kamus hidup Farrel tidak ada kata menyerah.

"Thomas Alva Edison 1.000 kali gagal, mosok saya baru 11 kali terus menyerah. Untuk jadi Alva Edison saya butuh 989 kali mencoba, saya hitung terus dan masih lama, masih lama," urainya.

Sampai suatu hari, Farrel melihat sebuah pengumuman dari Google di media online perihal lomba penelitian. Ia pun tidak ingin melewatkan kesempatan itu dengan mengajukan proposal ke perusahaan raksasa teknologi itu.

"Namanya submit reset, saya sudah pasrah dan enggak mikir diterima. Eh, ternyata setelah satu minggu ada email masuk, memberitahu kalau saya lolos," kata Farrel.

Setelah dinyatakan lolos, Farrel masih harus menjalani tes wawancara untuk memastikan penelitiannya ialah asli karyanya. Dalam wawancara itu, Farrel ditanya mengenai dasar pemikiran, teori hingga efek penelitiannya.

"Saat dinyatakan lolos wawancara, satu yang saya pikirkan, yakni uang, alasannya ialah tidak ada biaya akomodasi. Lalu saya hanya ada waktu dua minggu untuk mengurus surat-surat, termasuk mencari uang akomodasi. Tapi ternyata Tuhan memberi jalan, mampu sponsor dan mengurus visa mampu cepat, hingga jadinya berangkat," tandasnya.

Dari mulai tanggal 15- 20 Februari 2017, Farrel berada di kantor Google Mountain View, California, Amerika. Selama di kantor Google, Farrel mempresentasikan penelitiannya di hadapan seluruh peserta dari aneka macam negara yang lolos.

"Saya satu-satunya dari Indonesia, dan selama di sana itu presentasi, diskusi, sharing dengan orang-orang dari negara-negara lain yang lolos. Kita masing-masing didampingi satu mentor dari Google," bebernya.

Farrel mengaku senang berada di kantor Google. Farrel merasa takjub dengan sistem dan teknologi diterapkan di kantor Google.

"Senang sekali, jadi kantornya itu mirip kompleks, bersih dan teknologinya luar biasa, ada mobil pintar, mobil listrik dan ada sepeda. Internetnya juga cepat sekali," ujarnya

Ingin berbagi

Menurutnya, banyak pelajaran yang didapat selama dirinya berada di kantor Google. Salah satunya ialah keterbukaan dalam sharing mengenai penelitian dan saling memberi masukan. Mereka terbuka membeberkan ide-ide tanpa takut dicuri oleh orang lain, sehingga dalam sharing tersebut setiap orang didorong untuk semakin berkembang dan diberi masukan semoga penelitiannya sempurna.

"Yang menciptakan saya tersentuh itu, banyak yang usianya baru 30 tahun sudah S3. Saya tanya apa motivasinya sekolah cepat, ternyata mereka ingin semoga cepat membagikan ilmunya untuk dunia, semakin lama lulus maka semakin lama pula membagikan ke dunia," tandasnya

Nilai itulah yang selanjutnya akan dilakukan oleh Farrel setelah pulang ke Indonesia. Farrel ingin membagikan pengalaman dan ilmu yang didapatnya kepada semua orang.

"Kalau penelitian saya saat ini sudah digunakan, tetapi masih terus disempurnakan. Tetapi secara eksklusif ingin membuatkan ilmu dan cerita untuk orang lain, ini yang paling penting, terus menciptakan komunitas pelajar di Yogya yang suka dengan penelitian dan komputer," tuturnya.

Belum lama ini, Farrel menorehkan prestasi menjadi juara di ajang peneliti Blia Jakarta 2017 Center for Young Scientist.

"Kemarin berhasil diterima dan juara di peneliti blia Jakarta 2017 Center for Young Scientist. Tahun kemudian saya masukan proposal penelitian dengan judul yang sama, tetapi tidak diterima," ucapnya.

Farrel mengungkapkan, selain bimbingan, perlindungan dan doa restu kedua orangtua, filosofi hidupnya lah yang menuntunnya hingga hingga mirip saat ini. Filosofi hidupnya ialah 5T yang diambilnya dari pitutur Jawa.

"Filosofi hidup saya 5T, takon, teken, teteg, tekun, tekan. Kurang lebih, takon itu jangan malu bertanya. Teken berdoa dan pasrah kepada Tuhan. Teteg itu tidak goyah atau tidak mudah menyerah. Tekun ya tekun dalam belajar, kemudian tekan itu kalau empat hal itu sudah dilakukan maka yang diinginkan tercapai," pungkasnya.

Sumber : Kompas.com

Belum ada Komentar untuk "Penelitiannya Ditolak 11 Kali Di Indonesia, Siswa Dari Yogya Ini Malah Diundang Google"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel