Permendikbud Fokus Menghidupkan Acara Nonkurikuler

JAKARTA — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015 mengenai perilaku dan perilaku akseptor didik, guru, dan orangtua murid di sekolah. Tujuannya yakni untuk mengoptimalkan pendidikan huruf dari sektor nonkurikuler yang selama ini sering dikesampingkan.
"Selama ini, fakta di lapangan sering kali bertentangan dengan kondisi ideal yang kita harapkan," kata psikolog pendidikan huruf Universitas Pendidikan Indonesia, Ifa H Misbach, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (21/7).
Ia mencontohkan kasus-kasus perundungan yang kerap terjadi di sekolah. Bahkan, terdapat pula sekolah yang tidak mempraktikkan upacara bendera dan memperkenalkan lagu-lagu nasional kepada anak. Padahal, itu merupakan salah satu cara penanaman nilai kebangsaan.
Dalam paparan yang dikemukakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan pada 10 Juli 2015, terdapat beberapa nilai yang ditekankan, yakni nilai moral dan spiritual, kebangsaan dan kebinekaan, interaksi faktual sesama siswa, interaksi faktual antara guru dan orangtua, penumbuhan potensi unik dan utuh setiap anak, pemeliharaan lingkungan sekolah, serta pelibatan orangtua dan masyarakat.
Setiap nilai diberi bentuk kegiatan wajib dan imbauan. Contohnya, penanaman nilai kebangsaan dan kebinekaan mewajibkan sekolah mengadakan upacara bendera setiap hari Senin dan menyanyikan lagu "Indonesia Raya", sementara kegiatan imbauan yakni mengenalkan potensi unik tempat asal siswa melalui berbagai kegiatan.
Dari segi komunikasi antara orangtua dan guru, sekolah wajib mengadakan pertemuan tahunan untuk membahas visi, aturan, materi, dan rencana pembelajaran siswa. Sebagai imbauan, guru dan orangtua diajak untuk saling mengenal dengan cara meluangkan waktu beberapa menit untuk berkomunikasi setiap hari.
"Jangan sampai orangtua menyekolahkan anak serupa dengan menitipkan barang. Anak tidak mampu dinilai dari angka, tetapi ada faktor emosi, kepribadian, kecerdasan, dan perilaku yang harus dikomunikasikan dengan orangtua," tutur Ifa.
Ia juga menganjurkan supaya guru mengenal latar belakang orangtua murid guna menciptakan metode komunikasi yang efektif mengenai perkembangan anak.
Budi pekerti
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sumarna Surapranata memberikan bahwa peraturan dibuat berdasarkan turunan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. "Bangsa yang cerdas bukan hanya bakir di akademis, melainkan juga manis perilaku dan pemikirannya," tuturnya.
Ia mengungkapkan bahwa sudah banyak sekolah yang mempraktikkan nilai-nilai faktual dalam peraturan menteri tersebut. Namun, akan lebih baik lagi jikalau nilai-nilai itu mampu disebarkan dan ditanamkan di dalam acara Wajib Belajar 12 Tahun.
"Hal-hal sederhana, ibarat menyanyikan lagu tempat setiap hari atau saling memberi salam antara orangtua dan guru, berpengaruh besar bagi pendidikan anak," kata Sumarna Surapranata. Menurut dia, praktik mampu disesuaikan dengan watak setiap tempat, selama mengacu kepada standar pendidikan nasional. 

Sumber isu : kompas.com

Belum ada Komentar untuk "Permendikbud Fokus Menghidupkan Acara Nonkurikuler"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel